Translate

21 Juni 2009

Gamelan Sound of Jogja

Yogya terkesan eksotis, salah satunya karena ada gamelan, alat musik tradisional yang telah menjadi bagian dari kultur masyarakat Yogya. Setiap tahun, seminggu menjelang perayaan Garebek Maulud sampai satu hari sebelum perayaan, terdengar bunyi gamelan di sekitar alun-alun utara.
Suara itu berasal dari seperangkat gamelan milik Keraton Yogya. Yaitu gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Naga Wiloyo yang dimainkan secara bergantian oleh para abdi dalem Keraton. Mulai pukul 08.00 sampai 12.00, kemudian pukul 14.00 sampai 17.00 dan pukul 20.00 sampai pukul 24.00 di pagongan Lor dan pagongan Kidul kompleks masjid Besar.
Suara gamelan juga terdengar dari lobby hotel-hotel berbintang yang menyambut tamu-tamu dari berbagai penjuru dunia. Gema suara gamelan itu memenuhi lorong-lorong hingga dan sayup-sayup terdengar sampai di kamar-kamar tempat tamu menginap. Sehingga menciptakan atmosfir tradisional di tengah-tengah komunitas yang mengglobal.
Setiap tahun Yogya menjadi tuan rumah festival gamelan. Andaikan sanggar seni, sekolahan, kampus, kantor pemerintah atau swasta dan warga yang memiliki gamelan, memainkannya dalam waktu bersamaan. Gamelan menjadi sound of Yogya sekaligus sarana untuk mengekspresikan rasa berkesenian warga.
Gamelan menjadi media yang menunjukkan kepedulian dan semangat persaudaraan antar seniman. Sejumlah seniman seni tradisional yang menjadi korban gempa di Yogya dan Jawa Tengah, memperoleh bantuan peralatan gamelan dari Yayasan Bagong Kussudihardja dan Komite Masyarakat Perbankan. (Kompas, 23/11)
Ketika bangunan dan komunitas tradisional seperti pasar, sanggar, balai-balai seni budaya dan bangunan yang eksotis tergusur oleh mall atau perumahan karena tuntutan modernitas. Maka suara gamelan berpotensi untuk menggantikan nilai eksotisme yang hilang.
Seni tradisi berasing dengan seni populer maka gamelan harus menjadi entitas yang menciptakan suasana Yogya semakin eksotis. Untuk itu diperlukan kecintaan masyarakat pada gamelan. Tidak harus memiliki atau memainkan semua instrumen gamelan tetapi cukup satu atau dua instrumen saja.
Campursari adalah contoh kecil bagaimana memanfaatkan beberapa instrumen gamelan sekaligus menyelaraskan selera masyarakat akan musik tradisional, populer dan kontemporer.
Sinetron Losmen yang pernah di tayangkan TVRI. Baju sorjan pak Broto dan kebaya bu Broto serta mbak Pur dapat menghadirkan atmosfir Yogya. Dan sound of Yogya timbul dari suara gender atau slenthem milik pak Broto. Jika orang Yogya terbiasa memainkan gender, gambang atau saron secara solo. Maka Yogya yang modern tidak akan kehilangan nilai ekosotismenya.
Menyambut tahun baru, Pemkot dapat menampilkan musik gamelan yang diarransemen secara dinamis dan kreatif oleh para senimannya. Sehingga nuansa tahun baru kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Tidak hanya menampilkan band saja atau meniup terompet secara bersama-sama. (Kompas Jogja,20/12/2006)
Ady Pratama,(*)
Komunitas Anak Bawang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar