Translate

03 Juli 2009

Jajan, Wisata atau Tour de Rumah Sakit

Trend wisata kuliner yang ditayangkan televisi ikut menggairahkan dinamika warung-warung makan. Jajan dengan cara lesehan atau nongkrong di depan gerobak soto, bakso dan angkringan menjadi bagian dari budaya kota. Jajan di pinggir jalan tidak lagi memalukan.
Sekolah pernah mengajarkan bahaya kebiasaan jajan di pinggir jalan kepada siswa karena dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti diare dan desentri. Ilustrasi dalam buku pelajaran selalu menggambarkan warung di pinggir jalan tidak lepas dari debu dan lalat.
Sayang ajaran itu kurang kreatif sehingga kurang tertatanam di hati dan pikiran siswa. Sementara media massa dengan teknologi dan kreativitasnya mengajarkan masyarakat untuk gemar jajan sebagai bagian dari gaya hidup lewat acara wisata kuliner.
Belum semua penjual makanan dan minuman sadar dan mengedepankan pentingnya kebersihan. Tidak sedikit pedagang makanan dan minuman yang menggunakan air cucian piring, gelas atau sendok secara berulang. Ini menjadi media yang efektif untuk menularkan penyakit seperti diare, disentri, tipus dan hepatitis.
Mahasiswa dan pelajar terbiasa jajan di warung yang murah sesuai dengan selera dan ukuran kenyamanan menurut mereka. Namun tidak jarang mereka harus membayar mahal kebiasaan itu untuk mengeluarkan biaya kesehatan, seperti biaya obat dan perawatan di rumah sakit yang jumlahnya tidak sebanding dengan harga makanan dan minuman yang sudah dikonsumsinya.
Asiang Tenggara wilayah berisiko terjadinya penyebaran virus hepatitis karena rendahnya kondisi higienis lingkungan. Masyarakat masih menganggap remeh serangan hepatitis dan dikira hanya serangan flu biasa. Seperti nafsu makan hilang, demam, pegal sekujur tubuh, mual dan muntah serta nyeri pada perut. Pada beberapa kasus, air seni berwarna gelap dan kulit serta mata yang menguning.
Salah satu tipe virus virus hepatitis, tipe A yang mudah menyerang anak dan kaum muda. Penyakit ini dikenal sebagai penyakit kuning (jaundice). Penularannya lewat makanan atau minuman yang terkontaminasi feces penderita. Misalnya makan buah-buahan, sayur yang tidak dimasak atau makan kerang yang setengah matang. Atau minum dengan es batu yang prosesnya terkontaminasi.
Di rumah sakit Panti Rapih di bulan Juni kasus penderita hepatitis A jumlahnya meningkat. Beberapa penderita masuk dalam daftar tunggu untuk dirawat karena rumah sakit penuh. Meningkatnya jumlah pasien hepatitis A mengakibatkan beberapa rumah sakit mengalami keterlambatan pasokan obat .
Bukan mejustifikasi warung makan di Yogya sebagai sumber penularan penyakit hepatitis, diare, disentri, tipus dan lainnya. Tetapi coba amati cara penjual memasak atau menyiapkan makanan dan minuman yang dipesan. Cara mereka mencuci atau membersihkan gelas, piring atau sendok. Bagaimana cara mereka dalam menyajikan makanan higienis atau tidak?
Wisata kuliner boleh jadi merupakan sebutan keren untuk kebiasaan jajan. Tetapi jangan sampai jajan menjadi tour de rumah sakit. Menikmati “wisata” dengan istirahat di tempat tidur di bawah pengawasan dokter dan perawat. (Kompas Jogja,16/7/2008)
M Bagus Setyawan, (*)
Masyarakat peduli lingkungan “Seribu Daun”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar