Translate

01 Juni 2009

Nguu...ung

Dinas Pariwisata Kota Yogya bekerja sama dengan Puspar dan Pustral UGM pernah mengembangkan becak wisata untuk mengangkat citra dan menjadikan becak ikon wisata serta maskot alat transpotasi kota Yogya.
Model becak ini berbeda dengan becak umumnya karena dirancang agar pengemudi tidak merasa berat saat mengayuh dan slebornya ramping. Dilengkapi tape yang siap memutar lagu-lagu tentang Yogya, seperti karya Katon Bagaskara. Becak ini ada peta wisata, pengemudinya dibekali dengan pengetahuan kepariwisataan, bahasa Inggris dan etika.
Sayang upaya ini belum nampak hasilnya. Becak di Yogya masih seperti biasa. Slebor becak cembung, bergambar hewan sepertiharimau dan elang. Atau bergambar pemandangan alam ada gunung, sawah, danau atau sungai. Dominasi warna kerangka, badan dan slebor masih merah atau putih. Ini dampak dari kebijakan waktu itu untuk membedakan becak yang beroperasi malam dan siang.
Sisa-sisa jejak kebijakan tersebut masih dapat dilihat sampai sekarang. Jika ada yang berubah pada slebor yang dimanfaatkan oleh hotel, toko buku dan perusahaan rokok untuk beriklan.
Ini menunjukkan pengusaha, hotel, toko, Pemkot dan perguruan tinggi masih berjalan sendiri-sendiri dalam menangani becak. Ada hotel dan toko buku yang puas mengorganisir pengemudi dengan memberi kaos dan menulis slebor becak dengan nama hotel, nama toko atau mewarnai slebor dengan warna khas warna logo hotel.
Ada pemilik becak yang menjadikan slebor becaknya sebagai tempat untuk mengekspresikan diri dengan menggambar lingkungan sehari-hari yang dijumpai. Seperti menggambar perempatan tugu lengkap dengan Tugu di tengah-tengahnya. Becak ini biasa mangkal di sekitar pasar Kranggan, Jalan Jendral Sudirman, Jalan Mangkubumi dan Gowongan. Atau menggambari dengan kuda lumping dan tokoh-tokoh wayang karena pemiliknya menyukai seni tradisonal jathilan dan wayang kulit. Gambar-gambar itu memang tidak indah tetapi menarik.
Jika Pemkot ingin becak di Yogya lebih menarik, menjadi daya tarik wisata. Pemkot mesti mendorong pemilik becak lebih kreatif dalam menghias dan merawat becaknya.. Pemkot perlu bekerjasama dengan banyak pihak. Diam-diam menilai setiap becak kemudian memberi pengghargaan dan hadiah kepada pengemudi atau pemilik becak yang paling menarik dan unik. Ini dapat dilakukan setahun dua kali atau tiga kali.
Sehingga becak di Yogya nampak bersih, tidak kusam dan indah karena dihiasi berbagai pernak-pernik seperti rumbai-rumbai, lampu, spion atau bendera-bendera kecil yang berwarna-warni. Tidak lupa karet yang direntangkan di bawah tempat duduk supaya mengeluarkan bunyi “nguuu...ung”. Jadul, tetapi itu salah satu daya tariknya.
Becak jaman dulu dihiasi dengan bulu-bulu ayam, di bawah tempat duduk dipasang karet sehingga saat berjalan terkena angin, karet akan mengeluarkan bunyi yang mendengung. Becak di malam hari, dilengkapi dengan lampu ting di kanan kirinya.
Masih banyak yang menarik dari becak. Namun sayang, nampaknya Pemkot belum serius untuk menjadikan becak sebagai salah satu ikon wisata Yogya. Semoga ini tidak benar.
Eko Indarwanto,
Community for Hope and Change(Kompas Jogja, 4 Februari 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar