Translate

14 Juni 2009

Tetangga

Pepetah mengatakan, tetangga adalah saudara terdekat. Ada kemalangan, kesusahan, kesenangan dibagi bersama dengan tetangga. Menolong tetangga yang sedang tertimpa kemalangan adalah wajib sebagai manusia sosial. Apalagi jika disertai dengan ketulusan dan keikhlasan.
Namun tidak sedikit tetangga yang menyebalkan sikapnya. Entah karena iri hati dan dengki, sulit bergaul, kurang memiliki kepatutan sosial atau karena kurang enggan dan sulit diajak belajar dari pengalaman hidup.
Repot memiliki tetangga yang selalu mengusik ketenangan rumah tangga kita. Melakukan provokasi dengan melanggar wilayah, menggeser batas tanah, memandang dengan penuh kebencian, membuang sampah di halaman rumah kita, nyindir, menyebar gosip ke tetangga lain sampai mulutnya tidak lagi gedobleh tapi ember dan banyak lagi.
Malaysia dan Australia adalah sebagian dari tetangga terdekat. Keduanya sering membuat jengkel. Demikian juga dengan tetangga sebelah rumah. Entah apa yang membuat mereka begitu benci, iri, sirik dan dengki.
Tidak salah, tidak suka dengan sikap tetangga tetapi bukan berarti tidak suka dengan manusianya. Memahami kekurangan, kesalahan tetangga itu penting sehingga jangan sampai ketidak senangan atau tidak suka sampai tertoreh di hati. Kalau sudah demikian wuuh sulit untuk memaafkan. Untuk bisa mengerti dan memahami diperlukan kebesaran hati dan kedewasaan.
Bagaimana jika tetangga itu sulit untuk dimengerti walau kita sudah mengalah dan menerima perlakuannya yang tidak bermutu? Membuat malu di depan banyak orang sepertinya bukan penyelesaian yang baik. Apalagi disampaikan dalam pertemuan warga tingkat RT. Bukankah akan membuat tetangga ini sakit hati dan kebenciannya bertambah?
Melaporkan ke polisi sesuai dengan tindakannya yang melanggar hukum. Sepertinya berlebihan tetapi mujarab untuk memberinya pelajaran. Namun rasa benci tetangga kita seperti api disiram bensin.
Kadangkala kita ingin merubah atau mengajak tetangga untuk menjadi lebih baik, bersikap dewasa, bersedaia belajar dari banyak hal. Namun itu keinginan kita belum tentu keinginannya. Ada kalanya jalan terbaik yang bisa dilakukan saat ini adalah meminta kepada Yang Kasih untuk membuka telinga dan mata hati tetangga kita. Bagaimanapun kita dan tetangga memiliki kesalahan.
Memang menjengkelkan ketika waktu sekian lama belum berubah tetapi bukankah itu waktu menurut kita. Karena semuanya nanti ada waktunya dan bukan hak preogatif kita untuk menentukan kapan tetangga berubah. Kita bukan pemilik waktu. Kita hanya mengarungi waktu tinggal bagaimana kita menjalaninya.
Nah, yang perlu adalah medoakan tetangga kita bisa berubah dan tidak lupa kita menjaga semangat untuk tetap memiliki harapan. Semoga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar