Translate

14 Juni 2009

RT, Rukun Tetangga atau Rukun-rukunan

Rapat rukun tetangga (RT) atau pertemuan ibu-ibu yang dikemas dalam kumpulan dasawisma, PKK atau arisan di kota atau desa. Fungsinya membicarakan berbagai permasalahan, membahas berbagai ide atau gagasan sehingga lingkungan menjadi nyaman untuk ditinggali.
Pertemuan tersebut mestinya menjadi media yang membangun kerukunan antar warga. Namun tidak jarang kumpulan atau pertemuan tersebut berubah menjadi arena penghakiman bagi warga yang dinilai jarang bersosialisasi.
Rapat atau kumpulan tingkat RT, menjadi pertemuan yang kekanak-kanakan. Yang hadir tiba-tiba menjadi orang yang merasa paling benar dan berhak menyalahkan dan memberikan penilaian buruk terhadap warga yang dimaksud.
Arah pembicaraan dipenuhi dengan prasangka negatif dan tidak sehat. Akibatnya tercipta mindset bahwa menghadiri pertemuan rapat RT, kumpulan PKK, dasawisma, kegiatan gotongroyong adalah wajib dengan dasar keterpaksaan. Takut dihakimi, takut menjadi obyek pembicaraan dan takut dikucilkan oleh warga.
Ini terjadi karena kita membiarkan semangat kerukunan semu. Mementingkan kumpul-kumpul, sekedar duduk-duduk, ngobrol sana-sini, tidak terlibat nyata dalam rapat RT, kumpulan dasawisma atau kegiatan gotongroyong.
Yang penting setor muka dalam setiap kegiatan di kampung atau tingkat RT. Bukan pada kerelaan, kesahajaan dan keinginan menolong serta membangun relasi yang akrab dan rukun sesama tetangga. Tetapi sekedar rukun-rukunan
Tidak sedikit warga yang terlalu mendewakan rapat RT atau kumpulan namun tidak berusaha mengerti akan kesibukan dan kerepotan warga lain yang tidak dapat hadir oleh kesibukan pekerjaan. Ada orang yang berkerja dengan sistem upah harian. Jika tidak bekerja maka tidak mendapat upah.
Sadar atau tidak ada kumpulan RT yang terjebak dalam formalitas ubyang-ubyung, ke sana ke mari yang berkedok kerukunan atau keguyuban. Dimanjakan oleh kesamaan pendapat sehingga merasa paling benar dan menutup diri terhadap informasi, perbedaan atau sesuatu yang baru.
Semangat gotongroyong adalah semangat untuk menolong dalam kebersamaan. Semangat kumpulan adalah semangat memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
Menjadi tugas semua untuk mengembalikan esensi dari semangat kumpulan, pertemuan tingkat RT atau kampung. Membangun kerukunan bukan seperti membangun gapura. Walau kerukunan dapat ditumbuhkan dengan cara membangun gapura, memperbaiki jalan kampung yang rusak atau bermain kartu saat ronda.
Kerukunan antar warga tidak dapat diukur dari kebiasaan saling memberi makanan, mengunjungi tetangga yang sakit dan mengucapkan belasungkawa saat tetangga meninggal. Atau dengan memberi sumbangan saat tetangga melangsungkan hajatan seperti pernikahan, sunatan atau kelahiran bayi.
Kerukunan sejati atau rukunan tenanan, tumbuh dari sikap yang didasari oleh ketulusan hati untuk mendengar dan memahami keunikan tetangganya. Jangan sampai keguyuban warga digerogoti oleh virus kerukunan semu. (Eko Indarwanto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar