Translate

01 Juni 2009

Jam Publik di Kota Tercinta

Kota Yogya kembali memiliki jam publik yang terletak di beberapa tempat strategis seperti di Jl. Suroto dan utara hotel Garuda. Jam-jam publik lama tinggalan Belanda sudah tidak lagi berfungsi, digusur demi pembangunan. Satu jam dengan badan besar yang masih tersisa dan menjadi “monumen”, letaknya di utara Gedung Agung.
Jam mekanik pertama dibuat di Prancis sekitar tahun 1360. Bentuk badannya besar terbuat dari besi dan memiliki pemberat yang bobotnya mencapai 220 kg. Jam itu dibuat oleh Henry de Vick atas permintaan raja Charles V.
Awalnya jam dibuat untuk menandai waktu yang kemudian berkembang sesuai kebutuhan. Salah satu diantaranya dapat menjadi identitas kota karena keunikan dari bentuknya. Seperti jam di Istana Westminster, kini digunakan sebagai gedung parlemen Inggris, beserta menara jam legendarisnya, Big Ben. Bahkan radio BBC dengan bangga menyiarkan secara langsung bunyi lonceng jam tersebut sebagai pembuka siaran setiap harinya.
Di Bukittinggi Sumatera Barat ada jam Gadang yang menjadi ciri khas kota. Jam yang dibangun tahun 1927 oleh Belanda, sampai sekarang masih terpelihara dengan baik Salah satu fungsi jam publik untuk mempercantik kota disamping dapat menunjukkan bagaimana tingkat disiplin dan kesadaran masyarakat dalam menghargai waktu.
Jam-jam publik di kota Yogya yang dibangun pihak swasta bekerjasama dengan Pemkot Yogya, diharapkan dapat meningkatkan tingkat kedisiplinan masyarakat Yogya. Ada penilaian tingkat kedisiplinan orang-orang Yogya rendah. Tercermin dari bagaimana orang Yogya mengendarai kendaraan bermotor, yang tidak mengindahkan etika berlalulintas dan sering melakukan berbagai pelanggaran terhadap aturan atau rambu-rambu lalulintas.
Jika Pemkot berharap pembangunan jam-jam publik itu dapat meningkatkan disiplin masyarakat. Maka Pemkot mesti memberikan contoh dan teladan, pegawai di lingkungan pemkot harus menjadi contoh dan panutan bagaimana membudayakan sikap tepat waktu dan disiplin. Baik di kantor atau di tempat umum.
Jangan sampai jam-jam publik yang berdiri di tempat-tempat strategis kota hanya menjadi slogan-slogan kosong tentang kedisiplinan karena tidak menyentuh kesadaran dan sarat dengan kepentingan politis sebagai “monumen pembangunan” atau sekedar lipservice untuk menyenangkan hati publik.
Pemkot Yogya mesti belajar dari pemkot dan warga London yang bangga dengan jam di menara Big Ben. Bahkan radio publik sekelas BBC rutin menyiarkan secara langsung bunyi lonceng jam tersebut. Itu karena warga kota London mencintai kotanya dan pemerintah kotanya menghargai setiap fase perkembangan sejarah kota.
Diantaranya melestarikan bangunan bersejarah, menghargai orang-orang yang berjasa untuk kemajuan kota serta menambah nilai ruang publik supaya lebih bermakna. Disamping memiliki sikap disiplin yang tinggi, santun serta menghargai setiap perbedaan.
Bagaimana dengan Yogya? Mari kita renungkan bersama.
Eko Indarwanto, (Kompas Jogja, 20 September 2006)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar