Translate

11 Agustus 2009

Menghijaukan Kota dari Kampung dan Kantor

Niat menghijaukan kota dengan pohon perindang terkendala oleh berbagai kepentingan pragmatis yang mengarah pada upaya meningkatkan pendapatan asli daerah. Seperti pembangunan mall atau tumbuhnya papan-papan reklame.
Keberadaan pohon perindang di pinggir jalan dimaknai sebagai pengganggu papan reklame dan kabel-kabel listrik atau telepon. Selain dapat merusak trotoar, jalan dan saluran drainase oleh akar-akar pohon tersebut.
Pegawai PLN atau PT Telkom sepertinya mengabaikan kemampuan alami pohon dalam menahan beban berat cabang-cabangnya. Mereka sering asal tebang atau pangkas terhadap pohon atau cabang yang dianggap menggangu kabel listrik atau telpon. Kurang memperhatikan estetika dan titik tumpu pohon dalam menahan beban berat cabang-cabangnya. Sehingga pohon-pohon itu tidak enak dipandang, rawan tumbang dan berpotensi mencelakai orang-orang yang kebetulan lewat atau ada di bawahnya.
Ini menunjukkan PT Telkom dan PLN kurang bersahabat dengan lingkungan dan memposisikan pohon-pohon dipinggir jalan sebagai pengganggu. Bukan sebaliknya, keberadaan instalasi listrik dan telepon yang sebenarnya menggangu pohon yang berfungsi sebagai perindang, menjaga cadangan air tanah, mengurangi polusi udara serta suara di kota.
Alternatif menghijaukan kota dengan memulai dari kampung atau komplek perumahan dan mendorong warga membuat taman di lahan kosong. Akan lebih bermanfaat jika Walikota mewajibkan kantor pemerintah atau instansi terkait menanam pohon perindang yang akarnya tidak merusak bangunan. Serta menghias ruangan kantor dengan tanaman hias atau bunga seperti mawar, anggrek, kaktus dan lainnya. Sehingga menciptakan suasanan kerja yang menyenangkan, mengurangi kejenuhan dan meningkatkan produktivitas serta kreativitas pegawai.
Tidak ada salahnya berharap dapat melihat keindahan bunga anggrek di dinding ruang tunggu kantor pegadaian. Melihat dan mencium bau wangi mawar yang ada di meja pegawai telkom atau PLN atau koperasi unit desa saat membayar rekening listrik atau telepon. Lebih menyenangkan jika bunga itu diambil dari tanaman yang tumbuh halaman kantor.
Selain itu bermimpi dapat mencium harumnya bunga melati saat membeli perangko, mengambil wesel atau membayar pajak di kantor pos. Bunga melati itu diletakkan di loket pelayanan baunya menyebar ke seluruh ruangan. Bunga itu tidak beli tetapi dipetik langsung dari tanaman melati yang tumbuh di sekitar kantor pos.
Karena itu kantor kelurahan dan kecamatan harus ikut berbebenah diri untuk menciptakan Yogya yang berhati nyaman. Tidak latah, ikut-ikutan memelihara tanaman hias yang sedang trend. Tetapi menciptakan kebersamaan dalam menumbuhkan rasa cinta masyarakat terhadap lingkungan. Dengan tekun merawat tanaman dan pohon di kantor atau tempat kerja.
Dari menyirami, membersihkan jamur atau parasit yang ada di pohon sampai memberikan pupuk. Tidak menyerahkan perawatannya kepada pesuruh, bawahan atau office boy. Mau...? (Kompas Jogja, 17/10/2007)
Ady Pratama(*) Komunitas Anak Bawang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar